Senin, 17 April 2017

Pendekatan Kepribadian Pra-Ilmiah



Diskriminasi dan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan
DISUSUN OLEH
Nama : Dina Hutasoit
NIM    : 161301039
Kelas : A


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2016/2017

DAFTAR ISI
I.Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan Penulisan
1.3   Pernyataan Tesis
II. Berbagai Bentuk Diskriminasi terhadap Pekerja Perempuan
    2.1  Gambaran Umum Tenaga Kerja Perempuan di Luar Negeri
2.2  Penempatan  Pekerja Migran Perempuan  di Luar Negeri
III. Penutup












Kata Pengantar
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang diberikan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah dari mata kuliah Bimbingan Menulis. Makalah ini saya buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas.
 Tidak lupa pula dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada dosen Meuti Nauly M.Si  yang telah memberisaya kesempatan untuk mendapat pembelajaran dalam proses menyelesaikan isi dari makalah ini.
Saya menyadari, bahwa isi dari makalah ini masih belum sempurna, oleh sebab itu saran dan kritik pembaca dibutuhkan guna untuk melengkapi isi makalah ini. Seperti pepatah mengatakan Tak ada gading yang tak retak. Saya berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembaca, guna untuk menambah wawasan  mengenai’’ Diskriminasi dalam Bidang Pekerjaan terhadap Perempuan’’.



Kamis, 6 April  2017

                                                                                   





I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
     Peran serta perempuan  dalam aktivitas peningkatan pendapatan (income generating activity)  sudah berlangsung begitu lama.  Sementara itu, pada dua dekade  belakangan ini, seiring dengan kemajuan dunia industri utamanya diperkotaan telah mendorong tenaga kerja perempuan  memasuki sektor tersebut sebagai tenaga kerja sektor formal,  meskipun mayoritas berupah rendah  karena  mereka umumnya hanya  bekerja sebagai buruh( unskilled workers) atau semi skilled workers, disamping sector informal yang masih merupakan alternatif dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga.
Tingkat Parispisasi Angkatan Kerja Perempuan selama ini menunjukkan peningkatan yang  signifikan.  Saat ini yang diperlukan adalah pemberdayaan dan pengembangan potensi guna meningkatkan kualitas dan perbaikan kesejahteraan mereka.  Ada sejumlah alasan mengapa perempuan dilibatkan secara luas dalam sector industri, tetapi yang paling utama adalah karena alasan ekonomi. Perempuan dibayar dengan upah sebesar 20% sampai 50% lebih rendah dibandingkan laki-laki.  Sejumlah faktor lain berhubungan erat dengan persoalan gender turut berpengaruh adalah perempuan dianggap lebih pasif karena bersedia menerima otoritas, bersedia diupah relatif rendah, dan lebih sedikit terlibat dalam konflik perburuhan.
     Meningkatnya jumlah pencari kerja perempuan yang tidak diimbangi dengan lapangan kerja yang tersedia telah menciptakan persaingan yang ketat antarpencari kerja sehingga mereka terpaksa menerima sistem pengupahan dan jaminan sosial dan keselamatan kerja yang telah ditetapkan perusahaan, meskipun sering mencerminkan perlakuan diskriminatif dan eksploitatifdi berbagai perusahaan/ pabrik yang banyak menyerap tenaga kerja perempuan.  Riset membuktikan bahwa lebih dari separuh perempuan di seluruh dunia telah menjadi penyumbang pendapatan keluarga dengan berbagai  jenis pekerjaan, dengan cara tersebut perempuan dapat merebut kembali transdensinya.
     Bekerja merupakan landasan fundamentalbagi perempuan untuk mengukuhkan pengakuan akan kemandirian, ketidaktergantungan menuju kesetaraan  dan penegasan status perempuan sebagai subjek bukan objek. Meskipunsebagian lapangan pekerjaan masih belum terbebas dari deskriminasi, feminisasi pekerjaan dan kendala kultural, perempuan secara konsisten  telah membuktikan bahwa keberadaan mereka di ranah publik tetap eksis dan dibutuhkan.
1.2Topik : Diskriminasi dan Perlindungan terhadap Tenaga Kerja Perempuan
1.3 Tujuan  penulisan :  Untuk memberikan pengetahuan serta alternatif pemecahan masalah terhadap diskriminasi yang terjadi sebagai akibat persoalan gender khususnya dalam bidang pekerjaan.
1.4Pernyataan tesis: Persoalan gender seharusnya tidak diperdebatkan dalam memberikan kesempatan kerja bagi siapapun, khususnya bagi perempuan sebagai kaum yang termarginalkan, karena setiap individu pada hakikatnya memiliki kesetaraan dalam memperoleh pekerjaan khususnya untuk mensejahterahkan kehidupannya.
                                                                        BAB II
 2. Berbagai Bentuk Diskriminasi terhadap Pekerja Perempuan
Hasil Stidi Convention Watch Program Studi Wanita Universitas Indonesia menunjukkan bahwa berdasarkan kasus-kasus yang terungkap di berbagai perusahaan dan industri , deskriminasi masih tetap terjadi( T.O. Ihromi, 1995), yaitu;1. Dalam hal mendapatkan hak  perempuan atas kesempatan kerja yang sama dengan para pria, kebebasan memilih profesi, pekerjaan, promosi, dan pelatihan;2. Dalam hal mendapatkan upah yang sama terhadap pekerjaan yang sama nilainya; 3. Dalam menikmati hak terhadap jaminan sosial;4.Hak terhadap kesehatan dan keselamatan kerja;5. Hak untuk tidak diberhentikan dari pekerjaan (dan tetap mendapatkan tunjangan) karena menikah dan melahirkan, hak akan cuti haid, cuti hamil, dan melahirkan.
      Sistem pengupahan  selama ini seringkali menjadi titik sentral konflik antara pekerja dengan pengusaha, mengingat bagi pekerja, upah adalah hak sebagai imbalan atas jasa dan hasil kerja yang telah mereka kontribusikan sehingga menghasilkan benda dan jasa sebagai hasil akhir. Sementara itu, bagi pengusaha upah adalah komponen biaya produksi  barang dan jasa yang sedapat mungkin dapat ditekan. Hal ini menjadi  bukti terjadinya deskriminasi terhadap perempuan dengan alasan mengedepankan posisi subordinasi perempuan di dunia kerja.
     Persoalan lainnya adalah meningkatnyaTingkat Pertumbuhan Angkatan Kerja(TPAK)  yang belum diimbangi dengan pemberdayaan  pekerja. Seperti meniingkatkan kualitas dan kemampuan kerja, kesadaran akan hak-hak perlindungan hokum yang minim terhadap mereka. Hal tersebut merupakan kfaktor pemicu timbulnya perlakuan deskriminasi dalam keseluruhan sistem ketenagakerjaan.
     Pemerintah khususnya Depnaker sebagai lembaga penetu kebijakan dan pelaksana undang-undang ketenagakerjaan, telah mengatur berbagai ketentuan yang menyangkut  hubungan kerja pengusaha dan pekerja, sistem pengupahan, jaminan sosial dan jamsostek. Sayangnya pemerintah sebagai penetu kebijakan masih tampak lemah dalam sistem pengawasan. Misalnya UU No.33 Tahun 1977 tentang Asuransi Tenaga Kerja, SE Menaker No.4 Men/1988 tentang Larangan Deskriminasi terhadap Pekerja Perempuan dan SE Menaker No.03/ Men/ 1989 tentang Larangan Deskriminasi terhadap Perempuan Menikah, Hamil, dan Melahirkan. Peran reproduksi perempuan yang sudah diadopsi undang-undang / peraturan ketenagakerjaan terbukti masih terus dilanggar oleh pihak pengusaha, bahkan peran ini sering menyingkirkan perempuan dari dunia kerja.
     Untuk menyikapi beragamnya persoalan dan deskriminasi  menyangkut kondisi dan lingkungan kerja , diperlukan mediator untuk menjembatani kebuntuan yang terjadi antara buruh dan majikan. Upaya berbagai kelompok yang peduli dan memperjuangkan nasib para pekerja sudah dilakukan, seperti serikat buruh dan sejenisnya,bahkan melalui jalur hukum. Sayangnya, banyak kasus gagal mencapai kesepakatan dan pengusaha selalu dimenangkan. Peningkatan dan perbaikan nasib , kondisi kerja dan kelangsungan hidup pekerja masih saja tidak mengalami perubahan bahkan berujung pada PHK.
     Hasil studi Pengembangan Kebijakan Peraturan Upah Nakerwan menunjuk bahwa Serikat Buruh Sejahtera Indonesia menemukan berbagai masalah yang menimpa buruh perempuan. Mereka tidak pernah diberikan kedudukan struktural, meskipun telah bertahun-tahun bekerja di perusahaan dengan alasan tidak mampu. Berbagai bentuk deskriminasi dan pelecehan terjadi  seperti tidak diberikannya cuti haid, jika ada maka upah mereka tidak akan diberikan.  Pada waktu melamar pekerjaan buruh perempuan diberi persyaratan tidak boleh menikah selama tiga tahun pertama (Laporan Penelitian KSW FISIP UI,2001)
     Untuk mereduksi perlakuan yang tidak berkeadilan gender, pemberdayaan terhadap perempuan perlu ditingkatkan baik dari segi keterampilan, pendidikan dan penguatan terhadap perlindungan dan penyadaran akan hak-hak pekerja perempuan . Perlu diingat bahwa selama bias gender dan prasangka negative terhadap perempuan belum bisa dihentikan ,akses perempuan terhadap peningkatan posisi dalam pekerjaan akan sulit ditembus.
     Di Indonesia, meski beberapa butir peraturan formal ketenagakerjaan  telah menggariskan adanya kesetaraan gender, namun  di tingkat perusahaan dikembangkan ketentuan dan  aturan hukum khusus yang saling  berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang khas sesuai dengan kepentingan pihak-pihak tertentu. Kondisi semacam ini yang sering  memarginalisasikan  dan pengucilan perempuan  dalam sistem ketenagakerjaan dan sangat rentan untuk di-PHK.
     Upaya yang dilakukan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dan penegakan hukum dalam keseluruhan sistem  dan hubungan-hubungan sosial dan dalam  keseluruhan struktur ketenagakerjaan merupakan upaya menuju pada kebutuhan strategi gender (Sihite R.,2000: hlm.392).
     2.1 Gambaran Umum Tenaga Kerja Perempuan di Luar Negeri
     Persoalan tenaga kerja yang  begitu kompleks tidak hanya terjadi di dalam negeri, namun permasalahan terparah adalah menyangkut tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri yang lazim disebut pekerja migran.Jumlah angkatan kerja migran meningkat terus terutama sejak krisis ekonomi menimpa Indonesia sekitar tahun 1998. Sehingga jumlah tenaga kerja yang dirumahkan dan di-PHK meningkat secara signifikan.
      Menurut data Bappenas, jumlah tenaga kerja perempuan mengalami pertumbuhan yang terus meningkat dari 87,9 juta orang tahun 1997 menjadi 100, 78 juta orang pada tahun 2000 dengan rata-rata peningkatan 2 juta orang pertahun . Kondisi ini akan terus meningkat sampai tahun 2004  mencapai 102,88 juta orang termasuk angkatan kerja baru 2,10 juta orang (Republika, Mei 2004).
     Lapangan kerja alternatif yang masih terbuka adalah memburu lapangan kerja di luar negeri  seperti Malaysia dan Negara Timur-Tengah yang umumnya paling banyak diminati oleh pekerja Indonesia.Lapangan pekerjaan di luar negeri dianggap cukup menjanjikan dengan upah yang menggiurkan dan mendatangkan devisa yang tidak sedikit
     Selain diwarnai kisah yang menggembirakan karena mereka merupakan pahlawan devisa dan berhasil menyejahterahkankeluarga dan warga di sekitarnya, disisi lain masih persoalan terutama bagi pekerja perempuan yang menggeluti bidang pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga (PRT).
     2.2 Penempatan  Pekerja Migran Perempuan  di Luar Negeri
Persoalan penempatan pekerja migrasiperempuan keluar negeri sebaiknya dipahami dengan pendekatan fungsional dan mengkaji ulang fungsi setiap komponen yang ada dalam sistem penempatan kerja tersebut.Kompoten ini mencakup Deknaker dan KBRI setempat ,tenaga kerjaperempuan ,pengerah jasa tenaga kerja ,pengguna jasa tenaga kerja,di luar negeri yang saling terkait satu dengan yang lain.Bila salah satu komponen tidak berfungsi dengan baik  akan mengganggu keseimbangan bekerja fungsi komponen yang lain.
Mekanisme rekrutmen tanggung  jawab PJTKI terhadap pekerja,hak-hak dan kewajiban pekerja serta pemberdayaan pekerja telah tercantum dalam sejumlah regulasi.Misalnya Undang-Undang No .39 Tahun 2004 tentang Penempatan danPerlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri telah mengatur mengenai perlindungan TKI,ketentuan pidana baik pihak yang melakukan pelanggaran,sistem pengawasan,dan masih banyak lagi pasal yang mengatur hubungan kerja yang terkait dengan penempatan tenaga kerja di luar negeri.

                                                                        BAB III
III. Penutup
Kesimpulan :   Fenomena pekerja migran tidak sebatas masalah ekonomi, pengangguran atau kletenagakerjaan, tetapi persoalan mendasar yang terkait dengan masalah kemanusiaan yaitu;masalah gender. Dukunga dari pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ketidakadilan tersebut khususnya dalam bidang pekerjaan, dimana perempuan seharusnya memiliki  kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan dan upah yang sesuai sama seperti laki-laki.
                                                            Daftar Pustaka
Chant, Sylvia. Women in the Third World: Gender issue in rural and urban areas. London: Edward Elgar. 1989.
Connel, R.W. Gender and Power. Poluity Press, Oxford. 1991.
Irianto, Sulistyowati. ‘’Akses Tenaga Kerja kepada Perlindungan Hukum, Dimensi Normatif dan Kenyataan Sosial,’’Program Studi Kajian Wanita Pascasarjana Universitas Indonesia.1994.
Sihite, Romany.’’Perempuan Pekerja Rumahan, Apakah tersentuh kebijakan pembangunan,’’ dalam SitaVan Bemmelen (ed). Benih Bertumbuh. Kelompok Pejuang Perempuan Tertindas.2000            



Inspirasi kehidupan Dina Masa remaja hanyalah tujuh tahun, begitu singkat, tetapi ketujuh tahun ini mempengaruhi enam puluh satu sisanya...